Sabtu, 30 Juli 2011

Melancholic B1tch


Melancholic bitch  is  ?

Band pinggiran yang dibentuk akhir 90an di Yogya ini seperti sedang menulis ulang pengertian dari idiom lama "hidup segan mati tak mau". Cerita mereka cukup panjang, terlalu panjang untuk diceritakan ulang; juga tak terlalu penting. Pendeknya; mereka sudah muncul sejak jaman Parkinsound masih rutin diadakan tahunan; sesekali main band di panggung lokal, sesekali main di luar kota, sesekali main musik untuk performance dan teater, sesekali main musik untuk film, tapi lebih sering duduk-duduk, bercanda, saling memusuhi lalu berdamai sebelum permusuhan berikutnya. Sebuah band, bagaimanapun, cenderung meniru sebuah keluarga. Mengutip Anna Karenina: Seluruh keluarga bahagia selalu sama; keluarga tidak-bahagia, selalu tidak berbahagia dengan caranya masing-masing. Keluarga tidak berbahagia yang sering disingkat namanya menjadi Melbi ini disfungsional, retak, tapi selalu punya alasan untuk berkumpul di hari raya. Hari raya yang sibuk mereka ciptakan sendiri. 

Melancholic bitch player :
 
Yosef Herman Susilo (Electric-Acoustic Guitar, Mix-Engineer)
Ugoran Prasad (Voice, Lyric)
Teguh Hari Prasetya (Bass, Keyboard)
Yennu Ariendra (Electric Guitar, Synth, Laptop)
Septian Dwirima (Percussion, Laptop)

Album Melancholic Bitch :


recording label 
loverecord / neonlightrecord / dialecticrecord

My Opinion

Menurut saya,Melbi ( Melancholic bitch ) ini adalah band indie yang cukup fenomenal dikalangan para pecinta musik indie tanah air,dan khususnya diyogyakarta sendiri.band semi teatrikal ini mempunyai suatu karakteristik sendiri.entah mengapa setiap mendengarkan lagu melbi melalui i-tunes ataupun secara langsung di acara konsernya.auranya sangat kuat dan bisa menghipnotis seluruh para joni dan para susi yang menonton saat itu.melancholic bitch sendiri sering berkolaborasi dengan beberapa band / soloist yang sudah cukup terkenal juga dikalangan pecinta indie. salah satunya adalah Frau yang menjadi pasangan duetnya Ugoran dalam lagunya yang berjudul " Sepasang Kekasih Yang Bercinta di Luar Angkasa " dan itu juga salah satu lagu favorite saya . mempunyai makna yang dalam . pada tahun lalu 9 agustus 2010 adalah konser terakhir melancholic bitch dengan tajuk " Joni dan Susi: The end of chapter I (the new beginning of chapter II) " di Tembi Rumah Budaya . saat itu tidak hanya Melbi sendiri melainkan juga menampilkan yaitu Tika & Melancholic Bitch , Silir Pujiwati & Melancholic Bitch ,Wok The Rock & Frau ,Nadya Hatta & Frau ,Ugoran Prasad & Frau . konser ini Ini adalah show terakhir Ugoran Prasad di Melancholic Bitch serta di Frau, dia akan menetap selama 1 tahun di New York untuk meneruskan study, terhitung dari akhir Agustus 2010 sampai Agustus 2011. Pada show ini juga Melancholic Bitch hadir tanpa Yennu Ariendra, karna sedang berada di Singapore bersama Papermoon Puppet Theatre. dan minggu lalu konser pertamanya di tahun 2011 tengan tajuk " Keracunan Ingatan " tepatnya tanggal 27 Juli 2011 di Langgeng Art Foundation .



Konser yang menampilkan Melbi dan Armada Racun ini dihadirin para joni-joni dan para susi-susi .Langgeng Art Foundation sendiri cukup ramai malam itu .dan saya tidak ingin ketinggalan acara ini , saya yang waktu itu dateng sendiri dan ternyata disana sudah mulai.waktu itu saya datang pukul setengah 9 malam dan saya ketinggalan Perform dari Armada racun . dan disana saya bertemu banyakn teman dan diantaranya adalah teman komunitas saya dari Klastic Jogja .saya tidak lupa untuk mengabadikan moment ini.monggo disaksiken .
 
Perform Stage


Ugo feat Frau | Sepasang Kekasih Bercinta Di Luar Angkasa





Teman disetiap Perform Beer & Rokok


Antusias penonton malam itu sangatlah ramai . saya sendiri merasa terobati rasa kangen untuk melihat perform Melancholic bitch setelah ditinggal pergi ugoran ke Amerika selama setahun .saya bersyukur masih bisa mendengarkan alunan - alunan musiknya . goodjob joni & susi ! 




Photo By : Owl
Nikon D90

Selasa, 26 Juli 2011

Toycamera Made in Indonesia


Spesifikasi Teknik Fujica M1 
Merek : Fujica
Model : M-1 / MA-1
Negara pembuatan : Indonesia
Awal produksi : 1982
Film format : 135 atau 35mm
Aperture : Flash f/8, Cloudy f/8, dan Sunny f/11
Shutter Speed : Sekitar 1/60 sampai 1/100 detik
Fokus : Free fokus dengan jarak terdekat 0,5 meter
Format gambar : 24mm X 36mm
Lens : 42mm f/8
Recommendasi ISO : 100
Dimensi : 11,4 cm x 7,1 cm x 5,4 cm
Berat: : 180 gram
Akesori : flash, hand strap, lens cap, soft case, manual book

Fujica M1 adalah kamera mainan / toycamera pertama saya . dulu saya pernah mempunyai niat untuk menekuni bidang fotografi . dan mengetahui situasi keuangan saya yang serba sederhana . makanya saya ingin tetap bisa menyalurkan hobby saya dengan biaya yang terjangkau .dulu saya binggung untuk mencari kamera yang cocok buat pemula . dan saat itu temen saya pernah duluan bermain toycamera , dia memakai holga dan ini review tentang  Holga SW .dia sudah lumayan lama menggunakan kamera holganya . dan saya menjadi tertarik untuk bisa menekuni dunia fotografi toycamera / lo-fi photography yang minim pengaturan . pertama saya tertarik karena menurut saya biayanya terjangkau . begitu juga efek - efek yang dikeluarkan pada setiap film berbeda maka hasilnya pun akan berbeda juga . bentuk dari kameranya juga beraneka ragam dan kadang dengan warnanya yang mencolok bisa membuat kita semakin tertarik untuk memilikinya . 

Setahun lalu saya bergabung dengan KLASTIC salah satu komunitas toycamera yang ada diindonesia . dibagi menjadi  12 Regional saat ini . dan saya ikut diregional Yogyakarta . saat itu saya baru memiliki kamera Fujica M1 ini yang saya dapat dari forum KASKUS .dulu saya beli dari seorang seller yang berada di bandung dengan harga 100ribu . maklum karena dulu saya masih awam tentang toycamera jadi belom tahu apa - apa . tapi semenjak lama kelamaan saya mendalami tentang dunia Toycamera . saya bisa tahu apa - apa yang harus saya miliki . jadi tidak sia - sia untuk setiap pembelian toycamera . karena menurut saya "setiap toycamera itu memiliki jiwa masing - masing yang harus selalu kita jaga " .jangan sampai setelah kita membelinya dan kita tidak pernah pakai .akhirnya berpindah tangan / dijual . 

ini beberapa hasil saya menggunakan kamera Fujica M1 :





Fujica M1 + Lucky BW 100




Fujica M1 + Fuji Proplus 100

Salah satu Secret feature yang ada di Fujica M1 . bisa digunakan Multiple Exposure 



Fujica M1 + Fuji superia 200 expired


" Quote of the day "


Photobucket

" Selayaknya kini kita lestarikan sebuah toycamera tahun awal 80' agar bisa dinikmati anak bangsa yang akan datang . sesuatu yang murah bukan berarti menghasilkan hasil yang murahan "
(Owlofi / lubangintip )

   Creator of Fujica M1

Senin, 25 Juli 2011

ART|JOG|11


ArtJog'11
17 - 29 July 2011
@Tamanbudaya Yogyakarta


introduction

This event started as an “annex” of the Yogyakarta Arts Festival (2008), then became a separate occasion of its own the Jogja Art Fair (2009). Later it realized its vision to become part of the international market by changing its name to ART | JOG (2010). The last two event holdings which definitely have become the art fair for artists have in fact been featuring focused themes and employed curatorial works that are comparable to art exhibitions in general or even biennale. In its fourth holding, it is about time for ART|JOG to pluck the fruits of its experimentation.
As a part of its attempts to become an active event which has a clear position in the global art world, the current ART | JOG maintains its position as the artists’ art-fair in the city of arts and culture, which also increasingly gains prominence as the backbone of creative industry in Indonesia. Yet, despite of the ambiguous reception in the arts world and its equivocal position within the massive proliferation of art fairs, the decision to sustain its format as the “artists’ art fair” is taken with careful consideration – while continue observing and developing new strategies to anticipate future consequences. One of ART|JOG’s main agenda is to exist and position itself within the fields of international art fairs.
ART | JOG | 11 sets some clear distinctions with other art events or exhibitions. It mainly functions as an art fair for young artists; with the aim of promoting young artists’ achievements to both local and international art market. Similar procedures is still being applied, i.e., by holding an open call to artists and the selection process conducted by ART | JOG | 11 artistic department. There are 1770 artists who had sent applications for 3500 works. The selection process which came up with decision to select 241 works of 165 artist to be a part of the current Art fair.
Officiated by Lorenzo Rudolf (former director of Art Basel; key initiator of Art Basel Miami, former director of ShContemporary – Shanghai and Art Stage – Singapore), ART|JOG|11 also present numerous fringe events. These programs which will be held throughout ART|JOG|11 is designed to provide opportunities for promoting existing modes, activities as well as various artistic processes and productions to broader public.
Welcome to ART|JOG|11!








thanks my друга ♥ for accompany that night

 Photo by : OWL
Gear : Nikon D90

EBOY PIXEL ARTIST

There’s a group of pixel artists who have made it big in the real world. Three men in Berlin and one in New York call themselves eBoy, and they make pixel art that has appeared in magazines, on albums, posters, Web pages, commercials, and in other places besides. Formed in 1998, eBoy’s mission is simply to give the four artists a “stage and a shared identity and a shelter from all the killers out there.”

eBoy’s work resembles, but does not spring directly from, video games. Only the New York quarter of the team draws from a childhood of gaming; the other three grew up in East Germany where video games weren’t quite as well known. Instead they draw from other pop-culture elements, such as television, advertising, supermarkets, and Lego. Their art runs the gamut from simple faces, animals, and rampaging beasts, to giant cityscapes filled with isometric buildings, vehicles both worldly and fantastic, designer trees, and the occasional nipple. Their art often brings immediately to mind an era of games gone by. There’s a familiarity, almost like déjà-vu, about their pictures. It’s the pixels and the geometric precision that cause the recall. Games like Sim City look almost but not exactly like the cities created by eBoy. All of us have seen icons that look, at first glance, like some of the rogues in eBoy’s bizarre galleries. It’s an illusion, however. There never was an era in games that mixed the primitive graphic approach eBoy employs with the number of hues and shades they rely on. These creations spring from an age that video gaming skipped, an age of unlimited color and resolution without even a nod toward realistic use of perspective or proportion. And yet, for all the reasons that eBoy’s work couldn’t have come from games, they still look like they do—and that is part of . eBoy’s works are playful, colorful, and wonderful. Part toy landscape, part video game, and part cultural statement, each image grabs your attention and holds it tight. There never was an era in games that mixed the primitive graphic approach eBoy employs with the number of hues and shades they rely on. These creations spring from an age that video gaming skipped, an age of unlimited color and resolution without even a nod toward realistic use of perspective or proportion. And yet, for all the reasons that eBoy’s work couldn’t have come from games, they still look like they do—and that is part of their unique appeal.
There’s a growing demand for the kind of art eBoy creates. Their client list includes an impressive array of global companies. Amazon, Coca-Cola, Renault, Adidas, and MTV are but four from an impressive roster. It has been remarked that eBoy might have been right at home in the 16-bit era of gaming. Their work evokes the very best qualities of the old school. They’re simple, they’re complex, they’re colorful, and they’re large. There’s no doubt they might have been comfortable designing game graphics back then, but it doesn’t really seem they’re having out of their element now.It’s an interesting phenomenon that pixel art, created at first solely for video gaming, has moved on, beyond the games, and is now found in great numbers on home pages, magazines, and grafitti. Even unanimated, these chunky stacks of blocks are breathing with a life of their own. You can find them everywhere, drawn by anyone, and with newer techniques and better tools, they’re looking better than ever before.  Eboy Pixel Home !

Selasa, 19 Juli 2011

FILM EXPIRED



2 Foto diatas adalah hasil saya menggunakan kamera Fujica M1 dengan kombinasi film Fuji Film Superia Asa 800 expired 2005 . ini saya ambil disaat ada acara festival taunan Sekaten  di alun - alun utara yogyakarta . ketika itu pukul 16.40 sore dan saat itu cuaca sedang bersahabat . saya sebenarnya ingin mencoba mengambil Flare dari sinar matahari yang tembus dari balon - balon itu . namun tanpa disangka - sangka hasilnya malah seperti yang diatas . saya bener - bener diluar dugaan setelah melihat hasilnya sendiri . entah itu karena unsur kesengajaan atau cuma keberuntungan semata . tapi yang pasti saya bangga menggunakan kamera minim pengaturan / lo-fi bisa menghasilkan foto yang menurut saya bisa dinikmati . ( owl ) 



Colorfull On Multiple Exposure !




Model : Unggul Wisesa Y.H
Ganjar Satrio

Low Light x Chinon Bellami

Unknown .

Frau // Mesin Penenun Hujan .

Gate of Vendeburg Museum .


Click on !
 Review Camera Chinon Bellami 



Minggu, 10 Juli 2011

JUNK FOOT !


my JUNK foot is best of all everybody foot . my feet were size 42 .  always fragrant and comfortable when I use to walk